Halaman

  • RSS
News
Loading...

Rabu, 22 April 2015

Berita: Opini Sepakbola Indonesia

Opini Sepakbola Indonesia

Sedikit flashback pada masa lalu, tepatnya pada saat
Indonesia masih dijajah oleh bangsa asing. Kala itu,
rakyat Indonesia melakukan perlawanan yang bersifat
kedaerahan, sehingga selalu kalah pada akhirnya.

Namun, di era setelah 1800-an rakyat Indonesia
mulai bersatu. Hal ini ditandai dengan munculnya
kaum-kaum terpelajar dan mereka mendirikan
organisasi sebagai wadah untuk bersatu. Bangsa ini
mulai sadar akan pentingnya 'bersatu' untuk
merdeka. Alhasil, rakyat Indonesia berhasil mengusir
penjajah walau dengan bemodalkan do'a, keberanian,
persatuan.. dan sebilah bambu runcing.

Dari ulasan singkat tersebut dapat kita simpulkan
bahwa Indonesia merdeka karena dua faktor utama.
Yang pertama adalah Kuasa Tuhan, yang kedua
adalah semangat persatuan dan kesatuan.

69 tahun lalu Indonesia memproklamirkan
kemerdekaan, bersatu dalam b ingkai 'Bhinneka
Tunggal Ika'. Akan tetapi, Indonesia kini kembali
terbelah.

Ya, Indonesia kini terbelah. Miris sekali jika
menyadari bahwa bangsa ini terpecah karena faktor
internal. Seperti halnya dalam bidang politik, ekonomi,
bahkan olahraga (khususnya sepak bola).

Sepak bola adalah olahraga yang tidak hanya
menampilkan kehebatan para pemain di lapangan
semata, tetapi juga menampilkan kreatifitas supporter
yang mendukungnya.

Supporter adalah unsur penting dalam dunia sepak
bola. 'Pemain kesebelas' ini memiliki andil yang kuat
dalam dua hal, menyemangati tim yang dibela dan
menjatuhkan mental para pemain dari tim lawan.

Hal tersebut mau tak mau memicu adanya konflik
antar supporter. Ironisnya, konflik kecil berkembang
menjadi permusuhan bahkan terbawa hingga keluar
lapangan. Dalam artian, permusuhan itu merambat di
dalam kehidupan sehari-hari.

Menye dihkan sekali jika media sudah mengekspos
tentang kasus tawuran an tar supporter. Hanya
karena saling dendam, nyawa melayang. Tidakkah
terpikirkan bagaimana nasib keluarga yang
ditinggalkan?
Ini sudah era modern. Dimana sudah bukan
zamannya lagi untuk mengedepankan ego masing-
masing. Apa perlu kita dijajah bangsa lain lagi agar
dapat bersatu?
Dan perlu kita ketahui, bahwa supporter lain (yang
kita anggap musuh sampai mati) tidak semuanya
buruk. Sebagai Aremanita rantau di Tanah Sunda,
saya dan sesama Aremania/nita lain disini tidak
pernah mendapat masalah dengan supporter yang
mayoritas pendukung Persib Bandung. Hubungan
diantara kami baik-baik saja, bahkan kami bebas
mengenakan atribut kebanggaan kami kapan saja
kami mau. Saya yakin sekali jika tidak sedikit
Aremania yang merasakan hal serupa.

Hal yang sama juga dirasakan salah satu teman saya
(viking) saat menimba ilmu di Bhumi Arema. Ia
menuturkan tentang Aremania yang ternyata
'welcome' padanya. Anggapan burukny a tentang
Aremania pun berkurang. Ini adalah bukti nyata
bahwa, meskipun cenderung minoritas akan tetapi
ada kerinduan akan kata 'damai' pada diri supporter.

Yang cukup konyol adalah penekanan kata musuh
dalam diri individu yang sebenarnya tidak tahu pasti
asal muasal permusuhan itu sendiri. Alasannya cukup
klasik, "karena sudah sejak dulu kami bermusuhan".
Perlu diketahui bahwa alasan demikian tidaklah patut
dijadikan sandaran adanya permusuhan.

Kita semua di negara ini sama. Tidak ada yang selalu
benar, tidak ada pula yang selalu salah. Jika rasa
permusuhan itu lahir karena 'diturunkan' oleh
generasi terdahulu, maka alangkah bijaknya jika kita
tidak mengikuti jejak tersebut.

Permasalahan yang kita hadapi saat ini adalah
penjajahan. Kita, seluruh supporter Tanah Air, terjajah
oleh ego masing-masing. Yang perlu kita lakukan
sekarang adalah saling intropeksi diri dan mulai
membuka diri untuk memulai perdamaian.

Tidak ada kata letih u ntuk 'memulai'. Hidup ini indah
jika dibalut rasa perdamaian, jika dibingkai semboyan
'Bhinneka Tunggal Ika'.
Di lapangan kita adalah lawan, tetapi diluar lapangan
kita adalah kawan. Dan pesan ini bukan hanya untuk
Aremania, tetapi untuk seluruh supporter di
Indonesia.

Ditulis Oleh : Riska Aremanita Bogor